Rabu, 31 Agustus 2016

Asuhan Keperawatan Ulkus Peptikum

TUGAS SISTEM PENCERNAAN 1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ULKUS PEPTIKUM





KELOMPOK 3
MU’INNAH                                                                                  (14132010120)
NURUL AINI                                                                               (14142010072)
RAFIUL MIKAEL                                                                       (14142010077)
RANIS OKTARIMA                                                                     (14142010078)
RIKE IRWANA SAFITRI                                                             (14142010082)
ROI FADLI                                                                                    (14142010084)
SULAIHA                                                                                      (14142010091)
TAUFIKUR ROCHMAN WIDYANTO                                       (14142010093)






PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya pada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Ulkus Peptikum” ini dengan tepat waktu, banyak rintangan dan hambatan yang kelompok hadapi dalam penyusunan makalah ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-taman serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca, kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doa.
Seperti pepatah mengatakan “tiada gading yang tak retak” begitu pula dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharap kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini.Demikian makalah ini di susun, semoga makalah ini dapat menjadi sumbangan yang berharga serta bermanfaat bagi semua pihak.














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                        iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang                                                                                        1
1.2  Rumusan masalah................................................................................... 2
1.3  Tujuan..................................................................................................... 2
1.4  Manfaat.................................................................................................. 3
BAB II  : PEMBAHASAN
2.1  Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan.................................................... 4
2.2  Pengertian Ulkus Peptikum.................................................................... 08
2.3  Klasifikasi Ulkus Peptikum.................................................................... 08
2.4  Etiologi Ulkus Peptikum......................................................................... 10
2.5  Patofisiologis Ulkus Peptikum................................................................ 12
2.6  WOC Ulkus Peptikum............................................................................ 13
2.7  Tanda dan Gejala.................................................................................... 14
2.8  Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................... 15
2.9  Komplikasi Ulkus Peptikum................................................................... 15
2.10        Penatalaksanaan................................................................................. 17
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.............................................................................................. 19
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 22
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................... 22
3.4 Evaluasi.................................................................................................. 56
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 58
4.2 Saran   .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 59

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pada tahun 350 SM, Diocleas of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantau pada tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melaluiautopsi, pada tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel,2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus (Fry,2005). Menurut definisi ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus,lambung,duodenum,jejunum, dan setelah tindakan gastroenterostomis. Ulkus peptikum di klasifikasikan ulkus akut dan ulkus kronoik, hal tersebut menggambarkan tingkat lapisan mukosa yang terlibat(Aziz,2008).
Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan sekitar 350.000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 3000 orang meninggal dunia akibat ulkus lambung. Walaupun aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum (Lewis,2000).

1.2    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a)         Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan ?
b)        Apa pengertian Ulkus Peptikum ?
c)         Bagaimana klasifikasi terjadinya Ulkus Peptikum?
d)        Apa penyebab atau etiologi terjadinya Ulkus Peptikum?
e)         Bagaimana patofisiologi terjadinya Ulkus Peptikum?
f)         Bagaimana Web Of Caution (WOC) dari Ulkus Peptikum?
g)        Bagaimana manifestasi klinis pada Ulkus Peptikum?
h)        Bagaimana komplikasi yang akan terjadi  pada Ulkus Peptikum?
i)          Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum?
j)          Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan medis yang dapat dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum?
k)        Bagaimana pelaksanaan  asuhan keperawatan yang dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum?

1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa semester 4 khususnya kelas 4B dapat mengetahui, memahamai, dan mengaplikasikan asuhan keperawatan tentang ulkus peptikum.

1.3.2        Tujuan Khusus
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa mampu:
a)        Memahami anatomi fisiologi sistem pencernaan.
b)        Memahamipengertian penyakit Ulkus Peptikum.
c)        Memahamiklasifikasi terjadinya Ulkus Peptikum.
d)       Memahamipenyebab atau etiologi adanya Ulkus Peptikum.
e)        Memahamipatofisiologi terjadinya penyakit Ulkus Peptikum.
f)         Memahami Web Of Caution (WOC) Ulkus Peptikum.
g)        Memahami manifestasi klinis terjadinya penyakitUlkus Peptikum.
h)        Memahami komplikasi yang akan terjadi  pada kasus penyakitUlkus Peptikum.
i)          Memahamipemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum.
j)           Memahami penatalaksanaan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum.
k)         Mengaplikasikan pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada kasus Ulkus Peptikum.

1.4    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas sistem pencernaan 1.
2.      Sebagai refrensi yang dapat digunakan untuk mahasiswa.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di manamakanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagimenjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus.
Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan. Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asamlambung, dan hormon.Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yangdapat dikeluarkan.
Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapatditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.Muscularis adalahlapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis.Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong.Kontraksi dari ketiga macamlapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang).Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk.Lapisan terluar yaituserosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet (goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief (chief cell). Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karenaenzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung (Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin.
Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalamlambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam.Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif.Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebutyang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung.Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung.Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin.Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme danmengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil.Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renin susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna. Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur, disebut chyme(kim) atau bubur makanan.
Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikitdemi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kimyang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum.
Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatik yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung.
Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan prosesumpan balik humoral. Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getahlambung, yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkanuntuk absorpsi vitamin B12.
Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yangcocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks.Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saatterjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus(intestinal).Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf.
Penginderaan penciuman dan rasa akan menimbulkan impuls saraf afferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasinervus vagus akan menyebabkan dibebaskannyaasetilkolindari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan selepitel serta akan membebaskan gastrin dari sel Gantrum.
Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asamklorida. Pada sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan.Histamin ini dibebaskanoleh mastosit karena stimulasi vagus.Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat bekerja. Pada fase lambung, sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan reflekskolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan penurunan sekresigetah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin.Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen.
Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jikakim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada sekresi danmotilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari lambung dankemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ lainnya antara lain sel di mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas,menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usushalus.
Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon sertaasam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

2.2 Pengertian
Ulkus peptikum adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval pada permukaan mukosa lambung sehingga kontinuitas mukosa lambung terputus pada daerah tukak.Ulkus peptikum disebut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus (Fry,2005).
Menurut definisi ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, esofagus,lambung,duodenum,jejunum, dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum di klasifikasikan ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat lapisan mukosa yang terlibat(Aziz,2008).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum (peptic ulcer disease—PUD) adalah erosi dinding mukosa lambung, pilorus, atau duodenum yang mengakibatkan putusnya mukosa lambung atau duodenum (Holdstock, 1991; Wong, 1996; Wong & Perry, 1997). (Sodikin, 2011)

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Ulkus Peptikum Primer
Bermanifestasi klinis dengan muntah, perdarahan saluran cerna akut ataupun kronis, nyeri, dan adanya riwayat keluarga yang jelas. Frekuensi nyeri abdomen tidak spesifik, dan jarangnya penyakit ulkus memberi kesan keadaan yang sama dengan penyakit saluran cerna lain.
Pada umur satu bulan, dua tanda utama adalah perdarahan saluran cerna masif dan perforasi. Antara masa neonatus dan umur dua tahun, muntah berulang, pertumbuhan lambat, dan perdarahan saluran cerna merupakan gejala utama. Pada anak prasekolah, nyeri umbilikus sesudah makan sering terjadi. Setelah usia 6 tahun, gambaran klinis dari penyakit ulkus peptikum akan sama dengan gambaran klinis orang dewasa dan sering berupa nyeri perut epigastum, perdarahan saluran cerna akut atau kronis (hematemesis, hematochezia, atau melena) menyebabkan anemia kekurangan besi terutama pada jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga dengan ulkus yang jelas. (Sodikin, 2011)
2.3.2 Ulkus Peptikum Sekunder
Ulkus sekunder terjadi bila mekanisme protektif mukosa normal mengalami gangguan atau penyakit, menyebabkan peningkatan asam lambung atau enzim proteolitik yang mencolok. Pada masa kanak-kanak, ulkus sekunder dua kali lebih sering daripada ulkus primer dan lebih banyak ditemui di lambung. Kebanyakan kasus ulkus sekunder disebabkan oleh stres, akan tetapi obat-obatan (obat anti-radang nonsteroid, termasuk aspirin) menjadi penyebab yang lebih lazim ditemukan.
Ulkus stres pada bayi terjadi karena stres, biasanya disebabkan oleh sepsis, insufisiensi pernapasan atau jantung, atau karena dehidrasi; sedangkan pada anak yang lebih besar ulkus ini berhubungan dengan trauma atau kejadian yang mengancam kehidupan. Ulkus stres sering multipel dengan disertai gastritis dan erosi perdarahan, sering merupakan kejadian terminal yang dapat mengancam kehidupan. Adanya perforasi, lebih sering perdarahan masif, merupakan gejala awal.
Ulkus akibat obat, seperti aspirin dan obat-obat anti radang nonsteroid lainnya semakin banyak menjadi penyebab penyakit ulkus pada masa anak. Penderitaan anak-anak yang memakai obat-obatan anti-radang nonsteroid dalam jangka waktu lama sekitar 25% dari mereka mengalami ulkus lambung dan lebih banyak lagi mengalami erosi. Suatu penelitian meta-analisis perpustakaan menunjukkan adanya hubungan secara statistik antara penggunaan steroid dan penyakit ulkus pada anak-anak (Behrnan, Kiegman & Arvin, 1996).(Sodikin, 2011)
2.4 Etiologi
2. 4.1 Penyebab umum
Dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum.  Semua daerah yang secara normal yang terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, anatara lain kelejar mukus campuran pada esofagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung; sel mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus); dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton,1996).
Sebagai tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas—yang mengandung sejumlah besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung—sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama dinding duodenum dan di dalam empedu yang berasal dari hati (Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secra reflek mekanisme ini menghambat sekresi dan peristaltik lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2.      Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin dari mukosa usus, kemudian melalui darah menuju pankreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas—yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi—sehingga tersedia lebih banyak natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh, karena itu dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebutkan oleh salah satu dari dua jalur yaitu (1) sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung,atau(2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam-pepsin. (Arif Muttaqin, 2013)
2.4.2 Penyebab khusus
1.      Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terifeksi maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali kuman diberantas dengan pengobatan antibakterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan melepas enzim-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat  berpenetrasi ke dalam jaringan epitelium dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum(Sibuernagl,2007).
2.      Peningkatan sekresi asam.
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan di tambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia ynag menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan (Guyton,1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah faktor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
3.      Komsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid—seperti Indometasin, Ibuprofen, Asam Salisilat—mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secra sistemik—termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl,2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa lokal melalui difusi non-ion k ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee,1995).
4.      Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, truma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis,2000). Bila kondisi stres fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5.      Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzim pankreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Faktor-faktor di atas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung. (Arif Muttaqin, 2013)

2.5  Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi akibat beberapa faktor diantaranya yaitu, predisposisi infeksi bakteri Helicobacter pylori, gastritis, OAINS, stres fisik, merokok, atau karena garam empedu dan enzim pankreas. Dari predisposisi karena infeksi bakteri Helicobacter pylori menyebabkan fungsi barier terganggu yang nantinya akan merusak epitel sehingga menyebabkan ulkus peptikum. Gastritis juga akan menyebabkan fungsi barier terganggu, peningkatan sekresi H+ dan sekresi pepsinogen sehingga terjadi agregasi bahan kimia yang akan merusak epitel sehingga terjadi ulkus peptikum. Radikal oksigen dapat terjadi pula akibat gastritis yang akan menyebabkan agregasi bahan kimia. Penggunaan obat-obat OAINS seperti Indometasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat akan menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin sehingga perlindungan mukosa akan menurun dan menyebabkan terganggunya fungsi barier. Untuk stres fisik seperti syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung menyebabkan stres psikologis pada pasien yang akan berujung pada peningkatan sekresi H+ dan sekresi pepsinogen sehingga terjadi agregasi bahan kimia yang akan merusak epitel dan menyebabkan ulkus peptikum. Begitu pula dengan merokok dapat menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin sehingga terjadi penurunan perlindungan mukosa yang nantinya menyebabkan terganggunya fungsi barier dan kerusakan epitel yang pada akhirnya menyebabkan ulkus peptikum. Merokok juga dapat menyebabkan  peningkatan sekresi H+ dan sekresi pepsinogen sehingga terjadi agregasi bahan kimia yang akan merusak epitel dan menyebabkan ulkus peptikum.

2.6 WOC

 
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
1.      Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
2.      Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3.      Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4.      Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

2.8  Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
2.      Bising usus mungkin tidak ada.
3.      Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
4.      Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
5.      Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6.      Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7.      Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

2.9 Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel” (intraktibilitas), perdarahan, perforasi, dan obstruksi pilorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price, 1996). (Arif Muttaqin, 2013)

1.      Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang palimh sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gekala secara adekuat. Pasien dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memrlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi. Intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus lambung maupun ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat gans, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir, ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tetap jinak tanpa mengalami degenerasi ganas.
2.      Perdarahan.
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastriduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarahan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfusi darah serta pembedahan darurat.
3.      Perforasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perforasi datang dengan keluhan nyeri mendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut menyebabkan pasien takut bergerak atau bernapas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perforasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perforasi (Azis, 2008).
4.      Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi bila ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pilorus. Anoreksia, mual, muntah, dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul, kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstuksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah (Mineta, 1983). (Arif Muttaqin, 2013)

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dilakukan dengan tujuan mengatasi keasaman lambung. Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung, meliputi: obat-obatan, terapi endoskopik, dan intervensi pembedahan.
1.      Obat-obatan.
Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus meliputi obat-obat sebagai berikut.
a.       Penghambat reseptor histamin (antagonis reseptor H2), yang menurunkan sekresi asam lambung (Bardhan, 1986)
b.      Penyekat pompa protein, yang juga menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektik, yang melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID (Angel, 2006).
c.       Antasida, obat ini mempercepat penyembuhan tukak dengan menetralisir asam hidroklorida dan mengurangi aktivitas pepsin; obat ini tidak menutupi tukak (Kee, 1996)
d.      Protektor mukosa, biasanya menggunakan Misoprostol (Azis, 2008).
e.       Penghambat pompa proton, obat ini mengurangi sekresi asam (Tjay, 2007).
f.       Antikolinergis, berfungsi menghambat sekresi asam (Angel, 2006).
g.      Kombinasi antibiotik dengan garam bismut yang menekan H. pylori(Angel. 2006).
h.      Pasien dianjurkan mematuhi program medikasi untuk menjamin penyembuhan ulkus dengan sempyrna. Istirahat, sedatif, dan transquilizer dapat menambah kenyamanan pasien dan digunakan sesuai kebutuhan (Holtman, 1998).
2.      Terapi endoskopik.
Intervensi terapi endoskopik dilakukan pada ulkus dengan sekunder perdarahan (Angel, 2006).
3.      Terapi bedah.
Intervensi bedah dilakukan apabila dengan terapi obat dan endoskopik tidak menurunkan keluhan perdarahan. Pembedahan dengan gastrektomi distal disertai Billroth I (gastroduodenostomi) atau Billroth II (gastrojejunostomi) untuk menghilangkan kondisi ulkus (Heitkemper, 2000), atau dengan intervensi gastrektomi total (Brunner, 1970).













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
3.1.1        Pengkajian
a.       Anamnesa
1)      Identitas Pasien
Dalam tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2)      Keluhan utama
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada bagian perut, ulu hati dan mual serta muntah.
3)      Riwayat penyakit saat ini
Faktor pencetus : pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat atau beberapa jam setelah makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam. Sifat keluhan (periodik/tiba-tiba).
4)      Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit gastritis, penyakit menular atau keturunan dalam keluarga.
5)      Riwayat Keluarga
Adakah keluarga pasien yang pernah menderita ulkus peptikum.
b.      Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan Umum:
GCS:
-          Ciri tubuh: kulit, rambut, postur tubuh.
-          Tanda vital: nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernapasan.
2.      Head to toe
-          Kepala
Inspeksi: bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi: nyeri tekan dikepala.
-          Wajah
Inspeksi: bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi: nyeri tekan di wajah.
-          Mata
Inspeksi: bentuk mata, sklera, konjungtiva, pupil.
Palpasi: nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, sklera.
-          Hidung
Inspeksi: bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret.
Palpasi: nyeri tekan pada hidung.
-          Mulut
Inspeksi: bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi: nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi.
-          Leher
Inspeksi: bentuk leher, warna kulit pada leher.
Palpasi: nyeri tekan pada leher.
-          Dada
Inspeksi: bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi: pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri tekan.
Perkusi: batas jantung, batas paru, ada/tidak penumpukan sekret.
Auskultasi: bunyi paru dan suara napas.
-          Abdomen
Inspeksi: bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Perkusi: batas hepar, batas ginjal, ada/tidaknya penimbunan cairan di perut.
Auskultasi: bising usus, bising vena, pergesekan hepar.
-          Genitalia
Inspeksi: bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin, benjolan.
Palpasi: nyeri tekan pada alat kelamin.
-          Integumen
Inspeksi: warna kulit, benjolan.
Palpasi: nyeri tekan pada kulit.
-          Ekstermitas
Atas:
Inspeksi: warna kulit, bentuk tangan.
Palpasi: nyeri tekan, kekuatan otot.
Bawah
Inspeksi: warna kulit, bentuk kaki.
Palpasi: nyeri tekan, kekuatan otot.
3.      Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1.      Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
2.      Bising usus mungkin tidak ada.
3.      Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran atas GI dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostik pilihan.
4.      Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsi di dapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
5.      Feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6.      Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam dalam mendiagnosis aklorhidria ( tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasi adanya ulkus.
7.      Adanya H. Pylori dapat ditentukan dengan biopsi dan histologi melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus, serta tes serologis terhadap anttibody pada antigen H. Pylori.

3.1  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada pasien dengan ulkus peptikum.
1.      Syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis massif.
2.      Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah berlebihan, respons perubahan pasca gastrektomi.
3.      Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perforasi mukosa, kerusakan jaringan lunak paska oprasi.
4.      Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interpretasi terhadap informasi, dan rencana pembedahan.
5.      Pemenuhan informasi b.d ketidak adekuatan informasi penatalaksanaan diet dan factor pencetus iritas pada mukosa lambung, adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan gastrektomi, dan rencana perawatan rumah.
6.      Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri paska oprasi.
7.      Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berbeda dengan intake makanan tidak adekuat.
8.      Resiko injuri b.d paska prosedur bedah gastrektomi.
9.      Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascaoprasi

3.2  Intervensi keperawatan
Prioritas intervensi dilakukan untuk mencegah syok hipofolemik, memberikan pemenuhan informasi, meningkatkan efektifitas besihan jalan nafas, menurunkan resiko injuri pask a oprasi, menurunkan respon nyeri pasca oprasi, menurunkan resiko tidak keseimbangan cairan, penurunan intake nutrisi harian , dan penurunan respon kecemasan.
Syok hipavolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena massif
Tujuan : Dalam waktu 3×24 jam tidak terjadi syok hipavolemik
Kriteria evaluasi :
Pasien menunjukkan perbaikan system kardiovaskuler
-          Hematemesis dan melena terkontrol
-          Kongjutiva tidak anemis
-          Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap. Turgor kulit normal, dan akral hangat.
-          Ttv dalam batasan normal,CRT>3 detik, urine>600 ml/hari.
-          Laboratorium: nilai haemoglobin,sel darah merah,hematokrit, dan BUN/kreatinin dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Observasi: Kaji sumber dan respon pendarahan dari melena dan hematemesis
Deteksi awal mengenai seberapa jauh tingkat pemberian interfensi yang akan di berikan sesuai kebutuhan individu
Observasi: Monitor TTV
·         Penurunan kualitas dan kuantitas denyut jantung merupakan para meter penting gejala awal syok.

·         Hipotensi dapat terajdi pada hipovolemia hal tersebut memberikan manifestasi terliabatnya system kardiovaskular dalam melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

·         Peningkatan frekuensi napas merupakan manifestasi dari kompensasi respirasi  untuk mengambil sebanyak banyaknya oksigen, akibat penurunan kadar  haemoglobin sekunder dari penurunan volume darah.Hepotermia  dapat terjadi pada pendarahan masif.
Observasi: Monitor status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine).
Jumlah dan tipe cairan pengganti darah ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume darah mengakibatkan menurunnya produksi unrine, monitor yang ketat pada produksi urine   <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovelemik.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah yang berlebihan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi.
Kreteria evaluasi:
-          Pasien menujukkan perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal.
-          Ttv dalam batas normal, CRT > 3 detik, produksi urine > 600 ml/hari.
-          Laboratorium: nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat,  BUN/Kreatinin menurun.
Intervensi
Rasional
Mandiri: Pengukuran tekana darah.
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi, hal tersebut menunjukkan terlibatnya system kardiovaskuler dalam melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.
Observasi: Monitor status cairan (turgor kulit,membrane mukosa, dan urine output.)
Jumlah dan tipe pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Lakuakan monitor ketat pada produksi urine <600 ml/hari, karena itu merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemi.
Observasi: Kaji warna kulit , suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaphoresis secra teratur
Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer
Observasi: Kaji sumber kehilangan cairan.
Kehilangan cairan dan mentah dapat disertai dengan keluarnya natrium peroral yang juga akan meningkatkan resiko gangguan elektrolit
Mandiri: Pertahanan tirah baring untuk mencegah munntah dan tekanan intraabdomen saat defekasi
Aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intraabdomen dan dapat mencetuskan perdarahan lebih lanjut
Mandiri: Tinggikan kepala tempat tidur saat/selama pemberian antasida
Mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru yang serius9
Kolaborasi:
Tindakan kolaborasi pertahanan pemberian cairan interavena
Jalur yang penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan.


Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, kerusakan jaringan pascabedah gastrektomi
Tujuan:dalam waktu 1x24 jam pascabedah gastrektomi, nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kreteria evaluasi:
-          Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
-          Skala nyeri 0-1 (0-4).
-          Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
-          Pasien tidak gelisah.
Intervensi
Rasional
Mandiri: Jelaskan dan bantu pasien dengan memberikan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan  teknik relaksasi dan terapi nonfarmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Mandiri:
Lakukan manejemen nyeri.
1.      Istirahatkan oasien pada saat nyeri muncul.



2.      Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri


3.      Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri


4.      Menejemen lingkungan. Lingkungan tenang, batasi pengunjungan dan istirahatkan pasien.







5.      Lakukan menejemen sentuhan


1.      Istirahat secara fisiologi akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuan metabilisme basal
2.      Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dan iskemia intestinal.
3.      Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulasi internal
4.      Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan membatasi pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan . istiraht akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
5.      Menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan jaringan perifer.
Mandiri: Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Pengetahuan yang akan disarankan membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
1.      Pemakaian penghambat H2 (seperti simetidin/ranitidin).






2.      Antasida


1. Semitidin penghambat histamine H2 menuruntak produksi asam lambung, meningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung, penting untuk menyembuhan dan pencegahan lesi
2. Antasida untuk mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5

Kecemasan b.d adanya nyeri, muntah darah, prognosis penyakit dan rencana pembedahan
Tujuan: Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kreteria evaluasi:
-          Pasien mampu mengingkapkan  perasaannya kepada perawat.
-          Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
-          Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
-          Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi
Rasional
Observasi: Monitor respons fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang; catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Mandiri: Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Memberiakan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Mandiri: Catat reaksi dari pasien/keluarga, berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaan/konsentrasinya serta harapan masa depan.
Kecemasan serta respons anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat
Mandiri: Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti menulis, menonton tv, dan keterampilan tangan.
Sejumlah aktivitas atau keterampilan baik sendiri maupun di bantu selama pasien di rawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus kecemasan.


Pemenuhan informasi b.d ketidak adekuatan informasi penata laksanaan diet dan factor pencetus iritan pada mukosa lambung, adanya evaluasi diagnostic, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan gastrektomi, dan rencana perawatan rumah.
Tujuan; Dalam waktu 1×24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi
-          Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-          Pasien termutivasi untuk melaksanakan penjelaskan yang telah diberikan.
Intervensi
Rasional
Observasi: Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur diagnostic,intervensi kemoterapi,radiasi,pembedahan gastrektomi,dan rencana keperawatan di rumah.
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efektif dan efisien.
Mandiri: Cari sumber yang dapat meningkatkan penerimaan informasi
Keluarga terdekat pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko salah interpretasi terhadap informasi yang diberikan.khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus peptikum
HE:
Intervensi nonoperasi :
Jelaskn tentang proses terjadinnya ulkus peptikum sampai menimbulkan keluhan pada pasien.
Pengetahuan pasien tentang ulkus dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual.diet diberikan dan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori harian,makanan yang disukai dan pola makan.
Mandiri: Anjurkan untuk istirahat dan melakukan aktifitas yang menurunkan stres
Penurunan stres lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi fisik dan mental pada pihak pasien,serta bantuan dan kerja sama anggota keluarga juga orang terdekat.pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh stress atau melelahkan.gaya hidup terburu buru dan jadwal tidak teratur dapat memperberat gejala dan memengaruhi keteraturan pola makan,serta pemberian obat dalam lingkungan yang rileks.selain itu,dalam upaya mengurangi stres,pasien juga mendapat keuntungan dari periode istirahat teratur selama sehari,sedikitnya selama fase akut penyakit.
Mandiri: Hindari dan beri daftar agen agen iritan yang menjadi predisposisi timbulnya keluhan.
Pasien diberi daftar agen agen iritan untuk dihindari (misal kafein,nikotin,bumbu pedas,pengiritasi atau makanan sangat merangsang,dan alcohol). Tujuan diet bagi pasien dengan ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GL hal ini dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ektrem dan stimulasi berlebihan makanan ektrak,alkoho,dan kopi(termasuk kopi dekafein,yang juga merangsang  sekresi asam).
HE: Tekankan pentingnya mempertahankan intake nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi,serta intake cairan yang cukup setiap hari.
Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik tubuh.pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan kemandirian pasien dalam perawatan penyakitnya.oleh karena sedikit bukti yang mendukung teori bahwa diet saring (blender)lebih menguntungkan dari pada makanan biasa.maka pasien dianjurkan untuk makan apa saja yang disukainya namun,ada beberapa kewaspadaan untuk dipertimbangkan pada tahap awal penyembuhan.selain itu upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makan biasa.makan sedikit tapi sering tidak diperlukan selama antasida atau penyekat histamine digunakan (smeltzer,2002).
Mandiri: Intruksikan untuk berhenti merokok
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas kedalam duodenum.sebagai akibatnya,keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok.dengan terjadinya peningkatan asam pada duodenum akan memberikan manifestasi lambatnya proses penyembuhan dari ulkus peptikum karena terjadi peningkatan perforasi lebih lanjut pada jaringan yang sudah mengalami ulkus dan terjadi pelebaran ulkus peptikum,terutama bila ulkus terdapat di duodenum.
Mandiri:
Intervensi pemeriksaan diagnostic dan intervensi endoskopi:
·         Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostic radiografi dengan barium(dapat dilihat kembali table 2.7 prosedur operasional keperawatan pasien pada pemeriksaan foto abdomen dengan barium).




·         Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostic dan terapi secara endoskopi (lihat kembali table 2.8 prosedur intervensi keperawatan diagnostik barium dari saluran gastrointestinal atas)


·         Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak menyebabkan rasa sakit.perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien mendapatkan penjelasan persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat pengetahuan individu akan meningkatkan efisiensi dan evektivitas pemeriksaan diagnostik.
·         Sangat pentingbagi pasien untuk mengetahui bahwa pemeriksaan indoskopy dan biospi penting untuk mendiagnosis karsinoma lambung, terutama untuk membeda kan antara adenokarsinoma dengan jenis kanker yang lain. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan pasien dan akan meningkatkan tingkat koperatif dan pasien.
Mandiri:
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan meliputi:
·         Diskusikan jadwal pembedahan








·         Diskusikan lamanya pembedahan











·         Lakukan pendidikan kesehatan praoperatif





·         Programkan intruksi yang didasarkan pada kebutuhan individu, rencanakan, dan implementasikan pada waktu yang tepat.


·         Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulaynya pembedahan apabila RS mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberi tahukan tentang banayaknya jadwal oprasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.
·         Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan kluarganya tentang lama waktu operasi yang akan dijalani. Penundaan yang tidak diansipikasi dapat terjadi karna berbagai alasan. Apabila pasien tidak kembali diwaktu yang diharapkan, keluarga akan menjadi sangat cemas. Anggota keluarga harus menunggu dalam ruang bedah untuk mendapatkan berita terbaru dari staf.
·         Manfaat dari intruksi praoperatif telah dikenal sejak lama. Setiap pasien diajarkan setiap individu, dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.
·         Jika sesi penyuluhan dilaakukan beberapa hari sebelum pembedahan, pasien mungkin tidak inget dengan apa yang dikatakan. Jika intruksi diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan, pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi atau belajar karna asientas atau efek dari medikasi pranestesi
Mandiri:
Beritahu persiapan pembedahan meliputi:
·         Persiapan intestinal






·         Persiapan kulit



·         Pembersihan area oprasi
















·         Pencukuran area operasi







·         Persiapan istirahat dan tidur



·         Pembersihan dengan anema atau laksatif  dapat dilakukan untuk mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah trauma yg tidak diinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen.
·         Tujuan dari persiapan kulit praoperatif adalah untuk mengurangi sumber bakteri tanpa menyederai kulit.
·         Amat disarankan agar kulit disekitar area operatif tidak dicukur. Selama mencukur, kulit mungkin mengalami cedera oleh silet dan menjadi pintu masuk untuk bakteri, jaringan yang mencedera ini dapat bertindak sebagai media untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu, semakin jauh interval antara benckur dan operasi, semakin tinggi angka infeksi luka pasca operatif, kulit yang dibersihkan dengan baik, tetapi tidak dicukur lebih tidak menyulitkan dibandingkan kulit yang dicukur(Brunner,1970).
·         Pencukuran area operasi dilakukan apabila protocol lembaga atau ahli bedah mengharuskan untuk mencukur, dibaringkan pada posisi yang nyaman, dan tidak memajang bagian yang tidak perlu(smeltzer,2002).
·         Istrahat merupakan yang penting untuk penyembuhan normal, kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah mengganggu kemampuan untuk istrahat atau tidur. Kondisi penyakit yang membutuhkan tindakan rasa nyeri yang hebat mengganggu istrahat.
·         Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan nyaman untuk pasien, dokter sering memberi obat hipnotik-sedatif atau antiansetas pada malam hari sebelum pembedahan obat-obat hiponik-sedatif (seperti flurazepam (dalmanel)) menyebabkan dan mempercepat pasien tidur .obat-obat antiannsitas (seperti alprazolam(Xanax), diazepam (valium)). Bekerja pada korteks cerebral dan system limbic untuk menghilangkan asientas (smeltzem, 2002).
·         Persiapan rambut dan kosmetika

















·         Persiapan administrasi dan informed consent.
·         Untuk menghindari cedera, perawat meminta pasien melepas jepit rambut palsunya sebelum masuk ke ruang operasi. Pasien akan memakai tutup kepala sebelum memasuki ruang operasi
·         Selama dan setelah pembedahan, ahli anestesi dan perawat mengkaji kulit dan membran mukosa untuk menentukan kadar oksigenasi dan sirkulasi. Oleh karena itu, seluruh riasan wajah (seperti lipstik, bedak, pemerah muka, dan cat kuku) harus dihilangkan untuk memperlihatkan warna kulit dan kuku yang normal.
·         Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent.
HE: Ajarkan aktivitas pada postoperasi, meliputi:
·         Latihan napas diagfragma.






































·         Latihan tungkai

·         Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan praoperatif adalah untuk mengajar pasien cara meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Hal ini dicapai dengan memeragakan pada pasien bagaimana melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal), dan bagaimana menghembuskan napas dengan lambat. Pasien diletakkan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru yang maksimum (Black,1997)
·         Pernapasan diafragmatik mengacu pada pendataran kubah diafragmatik selama inspirasi dengan mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk. Selama ekspirasi, otot-otot abdomen berkontraksi.
·         Tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati pada pascaoperatif adalah untuk memperbaiki sirkulasi, untuk menjegah statis vena, dan untuk menunjang fungsi pernapasan yang optimal.
·         Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi lateral. Posisi ini akan digunakan pada pascaoperatif (bahkan sebelum pasien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.

·         Latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut, serta sendi panggul (sama dengan mengendarai sepeda selama posisi bebaring miring). Telapak kaki diputar seperti membuat lingkaran sebesar mungkin menggunakan ibu jari kaki. Siku dan bahu jugadilatih Range ofMotion(ROM). Pada awalnya pasien akan dibantu dan diingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri. Tonus otot dipertahankan sehingga ambulansi akan lebih mudah dilakukan (Smeltzer,2002).
·         Perawat diingatkan untuk tetap menggunakan mekanik tubuh yang tepat dan menginstruksikan pasien untuk melakukan hal yang sama. Ketika pasien dibaringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya dipertahankan dalam kelurusan (posisi) yang sesuai.
Mandiri: Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien dapat dikujungi
Pasien akan mendapat manfaat bila kapan keluarganya dan temannya bisa berkunjung setelah pembedahan
HE: Beri informasi manajemen nyeri
Manajemen nyeri dilakukan untuk meningkatkan kontrol nyeri pada pasien.
HE: Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan rumah.
·         Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk beberapa menit melihat kondisi insisi bedah terhadap adanya kondisi infleksi-inflamasi atau adanya komplikasi lainnya, segera lapor pada dokter tentang kondisi abnormal yang didapatkan.
·         Hindari merokok







































·         Hindari aktivitas berat pascaoperasi.









·         Hindari kopi, teh, cokelat, minuman kola, minuman beralkohol, dan makanan yang sulit untuk dicerna.

·         Anjurkan makan secara rutin 6-8 kali sehari.



·         Anjur untuk minum pada setiap akan menelan makanan.


·         Hindari makan tiga jam sebelum tidur
·         Anjurkan untuk semampunya melakukan manajemen nyeri nonfarmakologi pada saat nyeri muncul.


·         Upaya ini dapat menurunkan risiko yang lebih berbahaya






·         Pasien yang terbiasa merokok sebelum pembedahan, apabila telah pulang ke rumah akan mengulangi kebiasaan ini. Penjelasan pada dampak dari asap rokok akan memperlambat proses penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien.
·         Merokok berperan dalam memperburuk kondosi penyakit kanker lambung melalui tiga cara.
1.      Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbon monoksida (CO) darah. Hemoglobin yaitu komponen darah yang mengangkut oksigen, lebih mudah terikat kepada karbon monoksida dari pada oksigen. Jadi, oksigen yang disuplai ke jaringan esofagus untuk proses  penyembuhan menjadi sangat berkurang.
2.      Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolanin, yang menyebabkan konstriksi arteri. Aliran darah dan oksigenasi jaringan menjadi terganggu.
3.      Merokok meningkatkan adhesi trombosit sehingga meningkatkan kemungkinan pembebtukan trombus yang akan memperpanjang proses penyembuhan akibat penurunan suplai darah pada area lokal
·         Aktivitas berat diperbolehkan 12 minggu setalah pembedahan. Untuk aktivitas ringan, pekerjaan rutin ringan, dan hubungan seksual dapat dilakukan apabila pasien bisa dan dilakukan secara berhati-hati. Mengendarai sepada motor atau mobil dianjurkan 3 minggu setelah menjalani perawatan rumah (Angel, 2006).
·         Komponen ini dapat memperlama pengosongan lambung, memperberat peristaltik, dan meningkatkan iritasi pada gastrointestinal.
·         Pada fase awal pascaoperasi esofagektomi, pasien dianjurkan makan dengan konsistensi lunak dan dilakukan secara rutin 6-8 kali sehari.
·         Konsistensi yang lunak pada makan akan mempermudah pencernaan oleh gastrointestinal.
·         Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.
·         Beberapa agen nyeri farmakologi biasanya memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.

Mandiri: Berikan motivasi dan dukungan moral
Intervensi untuk meningkatkan keinginan pasien dalam pelaksanaan prosedur pengembalian fungsi pascabedah esofagektomi.

Risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri pascabedah
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap optimal. Kriteria evaluasi:
-          Jalan napas bersih dan tidak ada akumulasi darah.
-          Suara napas normal, tidak ad bunyi napas tambahan seperti stridor.
-          Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
-          RR dalam batas normal 12-20 x/menit
Intervensi
Rasional
Observasi: Kaji dan monitor jalan napas
Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas karena gerakan toraks dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.
Mandiri: Beri oksigen 3 liter/menit
pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi pengaturan pernapasan.
Mandiri: Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemapuan mengevakuasi sekret tidak efektif.
Kesulitan bernapas dapat terjadi akibat sekresi mukus yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan caira yang berkumpul untuk keluar dari mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dengan hati-hati menggunakan spatel lidah yang dibungkus kassa. Mukus yang menyumbat faring atau trakea diisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.
Mandiri: Instruksikan pasien untuk melakukan napas dan batuk efektif
Pada pasien pascabedah dengan tingkat toleransi yang baik, pernapasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas, contohnya meminta pasien untuk menguap atau dengan melakukan inspirasi maksimal. Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah akan terbuka dengan cara seperti Gambar 5.47.
Mandiri: Lakukan fisioterapi dada




·         Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru-paru.


·         Jaga posisi pasien jangan sampai jatuh, gunakan pagar pengaman yang ada pada sisi tempat tidur.



·         Lakukan diskusi dengan pasien tentang teknik penatalaksanaan dan demontrasikan langkah demi langkah prosedur yang akan dilaksanakan.

·         Lakukan vibrasi dan perkusi.
Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi pembersihan jalan napas dari sekret yang tidak dapat dikeluarkan dengan batuk efektif, meningkatkan pertukaran uadara yang adekuat, menurunkan frekuensi pernapasan, serta meningkatkan ventilasi dan pertukaran udara.

·         Perawat melakukan auskultasi agar dapat menentukan area paru dengan bunyi napas ronkhi, sebagai dasar untuk menentukan pengaturan posisi.

·         Sebelum melakukan intervensi, perawat mengkaji tingkat kemampuan dan tingkat kerja sam pasien. Apabila tingkat toleransi dari pasien tidak optimal, perawat menjaga dan mencegah trauma sekunder dari intervensi seperti memasang pagar pengaman.

·         Apabila kemampuan toleransi pasien baik, maka penjelasan dan kerja sama pasien akan meningkat efisiensi dan efektifitas tindakan.

·         Pemberian vibrasi dan perkusi sesuai area penumpukan sekret akan memobilisasi sekret dari jalan napas kecil ke jalan napas besar sehingga akan mudah dibatukkan.
Mandiri: Lakukan nebulizer.
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut (uap). Pengiriman obat melalui nebulizer ke jalan napas sangat cepat sehingga aksi lebih cepat dalam mengenerkan sekret pada jalan napas. Kombinasi antara nebulizer dan fisioterapi dada akan meningkatkan evakuasi sekret dari jalan napas. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada atau berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotrakeal tube yang menggunakan tekanan positif.
Observasi: Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi bersihan jalan napas.
Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk segera dilakukan terapi endoskopik atau pemasangan tamponade balon.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi b.d intake nutrisi tidak adekuat, efek sekunder akibat mual,muntah,anoreksia
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam asupan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
-          Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat.
-          Pernyataan motivasi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi
Rasional
Observasi:
Intervensi nonbedah.
1.      Kaji status nutrisi,turgor,kulit,berat badan.derajat penurunan berat badan integritas mukosa oral ,kemampuan menelan,riwayat mual/muntah dan diare
2.      Pantau intake dan output





Mandiri:
3.      Anjurkan makan tiga kali sehari dengan diet yang disukai pasien tetapi tetap menghindar predisposisi peningkatan kadar asam









Mandiri:
4.      Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.

Kolaborasi:
5.      Berikan diet secara rutin




































              Mandiri:
6.      Mulailah memberikan makan peroral setengah cair, lalu makan lunak ketika pasien menelan air.
Kolaborasi:
7.      Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi jenis diet yang tepat


1.      Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.



2.      Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan. Makanan dan cairan tidak diizinkan masuk peroral selama beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang.
3.      Oleh karena itu sedikit bukti yang mendukung teori bahwa diet sering (blender) lebih menguntungkan dari pada makanan biasa, maka pasien dianjurkan untuk makan apa saja yang disukainya namun, ada beberapa kewaspadaan untuk dipertimbangkan pada tahap awal penyembuhan selain, itu upaya untuk mentralisasi makanan biasa. Makan sedikit tapi sering tidak diperlukan selama antasida atau penyekat histamine digunakan.
4.      Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
5.      Pemberian diet sedikit tapi sering merupakan intervensi yang tidak efektif dan tidak efesien apabila pasien mendapat reseptor H2 dimana pemberian sedikit tapi sering akan merangsang pengeluaran kembali asam lambung dan berakibat meningkatkan perasaan tidak nyaman pada gastrointestinal.
Kondisi pemberian makan sedikit tapi sering di RS merupakan intervensi yang jarang dilakukan karena tidak efesien dalam mengatur pola pemberian dan persiapan makanan. Hal tersebut juga membuat makanan dingin sehingga dapat membuat selera makan pasien berkurang.
Pemberian rutin tiga kali sehari dengan ditunjang reseptor penghambat H2 memiliki arti peningkatan efesiensi dan efektivan dalam persiapan material makanan. Makan masih dalam keadaan hangat memudahkan perawat dan ahli gizi dalam memantau kemampuan makanan dari pasien.dengan pemberian diet secra rutin, akan memberikan kondisi normal terhadap fungsi gastrointestinal dalam melakukan aktivitas selama dirawat dan setelah pasien pulang ke rumah.
6.      Makan lunak/cairan kental mudah  dikendalikan di dalam mulut, sehingga menurunkan kemungkinana terjadinya aspirasi
7.      Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yaitu adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien.
Mandiri: Intervensi  pascabedah
1.      Bersihkan selang nasogatrik pascabedah debgan air sebanyak 30 ml.










2.      Auskultasi bising usus


3.      Berikan diet lunak melalui selang nasogatrik.







4.      Kaji keluhan pada pasien di fase pemberian diet lunak.

1.      Pembersihan dilakukan setelah terjadi proses penyembuhan dan tidak didapatkannya gejala kebocoran anastomosis. Intervensi awal dengan memasukkan air sebanyak 30 ml dan kemudian mengaspirasinya kembali setelah 30 menit berfungsi untuk mendeteksi adanya campuran air dengan darah yang menandakan proses penyembuhan belum optimal
2.      Bising usus yang terdengar merupakan parameter fungsi gastrointestinal sudah opyima.
3.      Diet lunak diberikan setelah perawat yakni tidak ada komplikasi terhadap pemberian diet atau sudah melakukan konfirmasi dengan tim medis pemberian diet lunak diberikan secra regular enam kali sehri atau sesuai dengan toleransi individu
4.      Sebagai deteksi penting untuk menilai tingkat toleransi pda pasien pascabedah gastrektomi.
Tindakan kolaborasi
1.      Pemakaian penghambat H2 (cimetidin/ranitidine)






2.      Antasida

1.      Cimetidin penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam lambung, meningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi mukosa lambung, penting untuk penyembuhan dan meningkatkan rasa nyaman
2.      Antasida untuk mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5.

Risiko injuri b.d. pascaprosedur gastrektomi.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi gastrektomi pasien tidak mengalami injuri. Kriteria evaluasi:
-          TTV dalam batas normal.
-          Tidak terjadi infeksi pada area insisi.
Intervensi
Rasional
Mandiri: Lakukan perawatan di ruang intensif.
Menurunkan risiko injuri dan memudahkan intervensi pasien selama 48 jam di ruang intensif.
Observasi: Monitor adanya komplikasi pascaoperasi gastrektomi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada operasi ini adalah perdarahan, kebocoran pada astomosis, infeksi luka operasi, gangguan respirasi, dan masalah yang berkaitan dengan balance cairan dan elektrolit.
Observasi: Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri.
Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat dilakukan secara sistematis.
Observasi: Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat perubahan status neurologi.
Pengkajian status neurologi dilakukan pada setiap pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status neurologi merupakan salah satu tanda terjadinya komplikasi bedah. Penurunan reponsivitas, perubahan pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu sisi (unilateral), ketidakmampuan mengontrol nyeri, atau perubahan neurologi lainnya perlu dilaporkan pada tim medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya.
Observasi: Pertahankan status hemodinamik yang optimal.
·         Lakukan hidrasi awal pascabedah.





·         Pantau pengeluaran urin rutin.



·         Evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan
Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik.
·         Jenis cairan yang digunakan adalah kombinasi dari NaCl 0,9% dan RL dengan jumlah 100-200 ml/jam dan dilakukan pada 12-16 jam pertama setelah pebedahan. Cairan ini akan membantu memelihara sirkulasi yang adekuat dari volume darah sebagai proteksi pada organ vital dan mencegah kondisi hipovolemia pascabedah.
·         Pasien pascaoperasi gastrektomi akan mengalami transudasi cairan ke interstisial. Perawat memantau produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal (shoemaker, 1995)
·         Perawat mendokumentasikan jumlah urine dan waktu pencatatan, serta memeriksa kepatenan saluran urine.
Observasi: Monitor kondisi selang pascaoperasi
Drainase pascabedah pada abdomen harus dipantau, perhatikan kepatenan selang dari adanya trombosis, selang terlipat, atau terdapat perdarahan baru yang ada didalam selang. Kondisi adanya selang baru pada selang harus didokumentasikan dan dilaporkan pada dokter yang merawat sebagai tanda adanya kebocoran dari anastomis dan menjadi salah satu komplikasi dari gastrektomi.
Observasi: Monitor kondisi selang nasogastrik.
Secara umum pasien pascabedah gastrektomi akan terpasang selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi, mengangkat, manipulasi, atau mengirigasi selang kecuali memang diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk menurunkan risiko kerusakan anastomis. Perawat selalu memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan selang.
Observasi: Monitor adanya komplikasi kebocoran anastomosis pascabedah dan lakukan intervensi untuk mencegah atau menurunkan kondisi tersebut.
Kebocoran merupakan salah satu komplikasi tersering pada pascabedah gastrektomi. Tanda dan gejala yang lazim didapatkan meliputi hipertermi (suhu >38,6 derajat), nyeri inflamasi, takipnea, dan takikardi secara tiba-tiba, hipoksemia, serta perubahan warna pada selang drainase (shoemaker, 1995). Apabila didapatkan adanya tanda dan gejala ini, secepatnya dilaporkan ke tim medis untuk intervensi selanjutnya.
Observasi: Monitor dan cegah terjadinya Gastric Dumping Syndrome.
Perawat memonitor adanya Gastric Dumping Syndrome yang ditandai dengan kondisi umum melemah, jatuh pingsan, keluhan pusing, berkeringat banyak, badan terasa tidak nyama, diare tiba-tiba,palpitasi, takikardi, dan gejala hipoglikemia. Manajemen keperawatan pada Gastric Dumping Syndrome (heitkemper, 2000) adalah sebagai berikut.
·         Berikan posisi duduk selama makan dan baringkan pasien setelah 30 menit makan.
·         Kolaborasi pemberian antispasmodik.
·         Minum air putih satu jam sebelum atau satu jam setelah makan.
·         Diet mengandung rendah kalori, tinggi protein, tinggi lemak, dan tinggi serat.
·         Beri makanan rutin dengan bolus kecil dan diulang 6-8 kali sehari.
Mandiri: Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat latihan batuk efektif atau anjurkan menggunakan bantal apabila pasien akan batuk
Menurunkan tarikan pada kulit akibat peninngkatan tekana intraabdomen dari batuk. Hal ini akan menurunkan stimulasi nyeri dan pasien mendapat dukungan, serta kepercayaan dari untuk melakukan pernapasan diafragma karena pada kondisi klinik sebagian besar pasien pascabedah takut melakukan latihan pernapasan diafragma dan batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pascabedah
Antibiotic menurunkan resiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat memperlama proses penyembuhan pascaoperasi gastrektomi.

Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree dari luka pembedahan
Tujuan: Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kreteria evaluas:
-          Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan.
-          Leukosit dalam batas normal
-          Ttv dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Onservasi: Kaji jenis pembedahan hari pembedahan dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka
Menghasilkan kemajuan atau penyimpanan dari tujuan yang diharapkan
Mandiri: Jaga kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.
Kondisi dan kering akan menghindari kontaminasi komensal yang akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlambat proses penyembuhan luka.
Mandiri: Lakukan perawatan luka.
·         Lakukan perawatan luka steril pada hari ke-2 pascabedah dan diulang setiap 2 hari.



·         Lakukan perawatan luka pada sekitar drain.






·         Bersihkan luka dan drain dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.




·         Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.



·         Tutup luka dengan kassa steril dan tutup seluruh permukaan kasa dengan plester adhesif.

·         Perawatan luka sebaiknya tidak dilakukan setiap hari untuk mengurangi kontak dengan luka yang steril sehingga mencegah kontaminasi kuman pada luka bedah.
·         Drain pascabedah gastrektomi merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi pembalut drain, apabila kotor maka harus diganti.
·         Pembersih debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman di sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dan dengan arah dari dalam ke luar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
·         Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.
·         Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
Mandiri: Angkat drain pascabedah sesuai intruksi medis.
Pelepasan drain sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotik.
Antibiotik injeksi diberikan selama tiga hari pascabedah, kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Perawat berperan mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi, serta memberikan antibiiotik sesuai intruksi dokter.

3.3  Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada pasien ulkus peptikum setelah mendapat intervensi keperawatan adalah sebagai berikut.
1.      Tidak terjadi syok hipovolemik.
2.      Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi.
3.      Nyeri epigastrium berkurang atau teradaptasi.
4.      Tingkat kecemasan berkurang.
5.      Informasi kesehatan terpenuhi.
6.      Jalan napas pascabedah dalam kondisi optimal.
7.      Intake nutrisi harian terpenuhi.
8.      Pasien tidak mengalami injuri.
9.      Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.




















BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.
4.2  Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.










DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. Kumala Sari. 2013. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sodikin. 2011. Gangguan Sistem Gasyrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika